Wednesday, September 28, 2011

Sunitha Krishnan, mendirikan sekolah bagi siswa HIV positif

Dr Sunitha Krishnan
Dibalik gedung megah di kota Hyderabad, India berdiri sebuah bangunan dimana anak anak berseragam sekolah dan gurunya dengan riang gembira bercanda dan tertawa bersama. Ternyata, mereka bukanlah guru dan murid sekolah biasa. Para murid dan gurunya ternyata telah terinfeksi HIV. Mereka semuanya HIV positif. Mereka adalah anak anak para pekerja seks komersial atau mereka sendiri pernah  menjadi korban exploitasi seksual. Mereka semua pernah hidup tanpa harapan hingga mereka bertemu dengan Sunitha Krishnan.

Dr Sunitha Krishnan lahir di tahun 1969 adalah seorang aktivis sosial, pendiri dan pengelola Prajwala , sebuah LSM yang bergerak dalam bidang perdagangan perempuan dan penyediaan tempat tinggal bagi anak perempuan. LSM Prajwala membiayai sekolah 5000 anak dengan HIV positif di kota Hyderabad. Strategi utama LSM Prajwala adalah menjauhkan anak anak dari para pekerja seks komersial dengan memberikan pendidikan dan ketrampilan kerja agar terbuka lapangan kerja bagi mereka.

Salah satu korban perdagangan perempuan adalah Bhavani dari desa Pileru, Kabupaten Chitoor di negara bagian Andhra Pradesh, India. Bhavani adalah salah anak satu dari 9 bersaudara (6 perempuan dan 3 laki laki). Orang tuanya adalah seorang buruh tani. Di usianya yang masih 12 tahun, Bhavani tidak bersekolah. Dia membantu orang tuanya bekerja sebagai buruh tani. Karena itu, dia tidak menolak ketika Amar, seorang laki laki yang bekerja di New Delhi, bersedia mengawininya dan memberi banyak uang ke orang tuanya. Setelah menikah, Bhavani dan suaminya, ditemani oleh sepupunya pergi ke New Delhi. Di New Delhi, sambil mencari rumah bagi tempat tinggalnya, Bhavani diminta tinggal sementara di rumah sepupunya, yang ternyata adalah sebuah kompleks pelacuran. Ternyata, Bhavani sudah dijual seharga US$ 1000 kepada mucikari. Setelah berjuang selama 7 hari tanpa hasil, dengan siksaan, akhirnya  Bhavani terpaksa melayani para tamu hidung belang. Setelah 5 kali aborsi, di usianya yang ke 17, kini Bhavani terkena HIV.

Bhavani adalah salah satu dari ratusan ribu perempuan korban perdagangan perempuan di India. Untuk mencegah perdagangan perempuan, LSM Prajwala melakukan berbagai intervensi seperti: pencegahan (pencegahan pada tingkat masyarakat agar tidak terjadi perdagangan perempuan dan pencegahan tingkat kedua, yaitu dengan mencegah agar anak dari para pekerja seks komersial tidak terjebak menjadi pelacur); pertolongan dari jebakan para pedagang perempuan, rehabilitasi bagi para korban perdagangan perempuan, dan intervensi untuk meng-integrasikan mereka kembali kepada masyarakat.

Dr Sunitha Krishnan yang mendapat gelar doktor dibidang kerja sosial bekerja secara penuh di LSM Prajwala. Hingga kini, Dr Sunitha Krishnan telah banyak menerima penghargaan, baik di tingkat nasional maupun penghargaan internasional.



Sunday, September 25, 2011

Tse Tse, anak yang berbakti

Satu lagi sebuah kisah yang sangat mengharukan dari Negeri Tirai Bambu, seorang anak kecil di Dajiyuan, menghidupi ayahnya yang lumpuh dengan menjadi seorang pemulung. Karena ayahnya lumpuh bertahun-tahun, anak yang baru berumur 6 tahun ini terpaksa memikul tanggung jawab rumah tangga. Selain setiap hari mencuci muka ayahnya, memijat dan memberi makan, dia masih bersama ibunya mengambil botol air mineral bekas sebagai tambahan pendapatan keluarga. Cerita Tse Tse ini banyak menyentuh hati teman di internet, hanya beberapa jam, sudah puluhan ribu orang yang mengkliknya.

Tse Tse menyuapi ayahnya
Begitu sampai di rumah, Tse Tse langsung sibuk menyiapkan seember air, lantas dengan tangannya yang mungil ia memeras selembar handuk yang besar, karena handuk terlalu besar buat dia, Tse Tse membutuhkan 3 sampai 4 menit baru bisa mengeringkannya, kemudian kemudian dengan handuk itu dia menyeka wajah ayahnya dengan lap itu. Dia sangat teliti melapnya, sepertinya khawatir kurang bersih. Setelah selesai, Tse Tse kemudian berjingkat melap punggung ayahnya, di belakang, selesai semua, dengan puas dia tersenyum ke ayahnya.
tse Tse memijat kaki ayahnya
Tse Tse tahun ini berumur 6 tahun, baru kelas 1 SD, tinggal di jalan Baoan, desa Nantong, papanya Xiong Chun pada 5 tahun lalu tiba-tiba menderita otot menyusut, di bawah leher semua lumpuh, untuk mengobati penyakitnya dia telah menghabiskan semua tabungannya. Sekarang, keluarga yang beranggotakan 3 orang ini hanya mengandalkan ibunya yang bekerja di pabrik, dengan penghasilan kecil itulah mereka bertahan hidup.

Di sekolah Houde, anak yang seumur dengannya dengan ceria bergandeng tangan dengan orang tuanya sambil berjalan, namun Tse Tse malah harus sekuat tenaga mendorong ayahnya pulang. Ketika mau menyeberang jalan, dia akan berhenti sejenak, menoleh kendaraan yang lalu lalang, setelah aman dia baru menyeberang. Setiap ketemu tempat yang tidak rata, Tse Tse harus mengeluarkan tenaga ekstra menaikkan roda depan, menarik kursi roda itu dari belakang, wajahnya yang mungil sampai terlihat kemerahan. Dari sekolah sampai rumah jaraknya sekitar 1.500 meter, harus ditempuh selama 20 menit.

Satu keluarga 3 orang menempati rumah 8 m2


Rumah Tse Tse adalah sebuah rumah dengan kamar kecil seukuran 8 m2, hanya besi seng menutupi atap yang menghalangi cahaya masuk ke kamar, di atap tergantung sebuah lampu energi kecil. Dalam rumah penuh debu, yang paling mencolok adalah penghargaan Tse Tse yang tergantung di dinding. Terhadap sekeluarga yang pendapatan bulanannya hanya sekitar 1.000 RMB (Rp. 1,5 juta) bisa dikatakan, sebuah TV 21″ sudah merupakan barang mewah.

Sebuah ranjang atas dan bawah sudah memenuhi seluruh kamar, di atasnya penuh dengan barang pecah belah, hanya tersisa sedikit ruang kecil. Xiong Chun berkata, itu adalah ranjang Tse Tse. Sebuah meja lipat tergantung di dinding, itu adalah meja belajar Tse Tse, juga adalah meja makan keluarga.

Di samping pintu yang luasnya tidak sampai 1 m2, ada “dapur” yang dibuatnya sendiri, di samping kompor masih tersisa sebatang kubis. “Makanan dan minyak di rumah semua diberikan oleh teman mamanya, satu hari tiga kali makan, cuma makan malam yang agak lumayan, di rumah jarang makan daging, namun setiap minggu mereka akan mengeluarkan sedikit biaya untuk mengubah kehidupan anaknya, namun setiap kali makan, Tse Tse akan membiarkan saya makan dulu, baru dia makan.” Kata Xiong Chun.
 
Mama Tse Tse bekerja di pabrik, setiap siang hari dia akan menyisakan sedikit waktu pulang ke rumah menanak nasi untuk suaminya, setelah menyuapi dia segera balik ke pabrik bekerja, tanggung jawab merawat suaminya semua di bebankan ke pundak Tse Tse.


Xiong Chun memberitahu wartawan, setiap pagi jam 6.30 begitu jam alarm berbunyi, Tse Tse akan bangun, cuci muka dan sikat gigi, dia juga membantu papanya mencuci muka, selesai itu dia akan memijat tangan dan kaki papanya, kira-kira 10 menit. Pulang sekolah sore, dia akan memijat papanya lagi, malam setelah memandikan papanya, dia akan memijat papanya lagi, baru tidur.

“Agar bisa lebih banyak membantu mamanya, Tse Tse kadang-kadang ikut mamanya memungut barang bekas untuk menambah penghasilan keluarga.” Xiong Chun sangat sayang anaknya. Tetangga di sekeliling sangat terharu dan mengatakan: “Tse Tse sangat mengerti. Kita semua merasa bangga ada anak seperti ini.”

Boneka 5 Yuan yang paling disukainya

Mama membawa dia memungut botol air bekas untuk menambah penghasilan. Suatu ketika, Tse Tse memungut satu mainan mobil plastik bekas di tempat sampah, dia bagaikan mendapat barang pusaka, setiap hari akan main sebentar dengan mobil plastiknya itu. Yang Xianfui berkata, kemarin mama dan anak pergi memungut besi bekas, bisa dijual 20 Yuan.
Tse Tse punya satu boneka kecil yang lucu, itu yang paling disayanginya. Malam hari juga mengendongnya tidur. “Dia melihat boneka itu di toko, beberapa kali dia memintanya, 5 Yuan, saya tidak tega terus, akhirnya saya nekat membelikannya,” Kata Xiong Chun.


Begitu Tidak Boleh Sekolah, Langsung Menangis

Untuk mengirit biaya listrik,setiap hari begitu pulang sekolah Tse Tse akan memindahkan “Meja kecilnya” keluar, mengejar siang hari menyelesaikan PR-nya. “Uang sekolahnya setahun sekitar 3.000 sampai 4.000, kami tidak sanggup. Karena tidak ada uang, tahun ini saya juga melepaskan berobat lagi,” kata Xiong Chun. Beberapa waktu yang lalu, dia berbicara dengan istrinya agar Tse Tse berhenti sekolah saja, Tse Tse begitu tahu langsung menangis.

Xiong Chun berteriak, “Hidup normal saja bermasalah, masih harus kasih dia sekolah, sungguh susah, bila sudah tidak mungkin, biar dia berhenti saja.” Tse Tse yang sedang bermain boneka, begitu mendengar kata papanya, langsung menangis. Xiong Chun menarik Tse Tse ke sisinya, membujuk: “Papa akan usahakan kamu sekolah, biar kamu bisa sekolah!” Setelah dibujuk beberapa kali, Tse Tse baru berhenti menangis, dengan tangan mungilnya dia menyeka air matanya.

“Terhadap Tse Tse, saya sungguh menyesal….,” sambil menangis tersedu, Xiong Chun sudah tidak dapat berkata lagi. Xiong Chun berkata: “Saya percaya pasti akan sembuh, Tse Tse adalah harapan saya.”

(sumber: http://forum.kompas.com/internasional/42051-kisah-mengharukan-anak-6-tahun-memulung-demi-menghidupi-ayahnya-yang-lumpuh.html







Tuesday, September 20, 2011

Hemant Patel, sejak 2002 memberi makan 300 orang per hari

Hemant Patel
Bagi kebanyakan orang, kegiatan kemanusiaan juga ikut berhenti ketika suatu bencana mulai berkurang dan kehidupan kembali ke keadaan normal. Bagi sebagian orang lainnya, bencana kemanusiaan bisa memberikan inspirasi untuk memberikan bantuan kemanusiaan sepanjang hidupnya. Hal terakhir berlaku bagi Hemant Patel dari Ahmedabad, India.

Ketika terjadi kerusushan sosial di Gujarat, India pada tahun 2002 dimana ribuan orang meninggal dan sekitar 70.000 orang harus mengungsi, Hemant Patel seorang pemilik usaha katering kecil merasa sangat prihatin. Dia kemudian mengajak beberapa teman dan membawa makanan yang ada di usaha katering miliknya ke rumah sakit VS Hospital. Disana dia membagikan makanan tersebut kepada keluarga pasien yang harus menginap di rumah sakit VS Hospital. Selama beberapa hari, ketika daerahnya dilanda kerusuhan sosial berdarah, Hemant Patel dan kawan kawannya mendistibusikan makanan kepada keluarga pasien di VS Hospital.

Ketika ditanya mengapa melakukan hal tersebut, Hemant Patel menjawab:" Kita semua merasa lapar ketika bangun tidur di pagi hari, tapi jangan sampai ada yang kelaparan di malam hari ketika akan berangkat tidur".

Sejak kerusuhan sosial di tahun 2002 hingga sekarang, setiap harinya Hemant Patel mengirim makanan kepada sekitar 300 orang per harinya. Menurut Hemant Patel tidak diperlukan banyak uang atau banyak waktu untuk memberi makanan sederhana kepada orang orang yang kelaparan disekitar kita. Tapi kenyataannya, tidak banyak orang yang bisa melakukan hal tersebut.

Hemant Patel selama 365 hari dalam setahunnya menyediakan makanan bagi 300 orang. Hemant Patel dengan dibantu 5 orang pekerjanya bekerja selama 2 jam untuk memasak makanan yang akan dibagikan. Setiap harinya, sekitar jam 3 sore, dia membawa makanan tersebut ke VS Hospital.

Di VS Hospital, sebuah rumah sakit milik pemerintah, hanya pasien yang mendapat makanan dari rumah sakit. Keluarga pasien harus membeli dari kantin rumah sakit atau dari warung diluar. Bagi sebagian besar keluarga pasien yang miskin, harga makanan diluar tidak terjangkau. Makanan yang dibagikan oleh Hemant Patel menjadikan mereka bisa tidur dengan perut terisi.

Hemant patel membagikan kartu bagi keluarga pasien yang tidak mampu. Bila pasien pulang, maka keluarga pasien menyerahkan kartu tersebut kepada petugas rumah sakit untuk diberikan kepada keluarga pasien lainnya yang memerlukan. Hingga sekarang, sistem tersebut bisa berjalan dengan baik.

Setiap bulannya biaya yang dikeluarkan mencapai sekitar 60.000 rupee (sekitar Rp 15 juta rupiah). Sebagian dana berasal dari saku Hemant Patel, namun sebagian besar berasal dari sumbangan para dermawan.

Setelah mendapat penghargaan sebagai real heroes dari CNN-IBN di tahun 2009, Hemant Patel membagikan paket buku gratis kepada 200 murid dari keluarga miskin, memberi makan 2 kali sebulan kepada keluarga pasien di rumah sakit jiwa. Hemant Patel juga membangun sebuah sarana air minum yang bisa beroperasi 24 jam sehari di dekat kantor polisi di kota Ahmedabad.

Alhamdulillah, sepengetahuan saya sangat jarang orang tidur dengan perut kosong di Indonesia. Namun, keluarga yang tidak mampu membayar biaya sekolah atau membayar biaya berobat, sangat mudah kita jumpai.

Adakah yang mau turun tangan menolong mereka yang kesulitan? Bila kita mau memulainya, insya Allah akan ada pertolongan dari Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Mohammed Sharif, spesialis jenazah tak dikenal

Sekita 15 tahun lalu, Mohammed Sharif sangat sedih karena anaknya laki laki tertua Riaz Khan telah hilang dan tidak lagi ketahuan dimana keberadaannya. Sebulan lamanya dia mencari anaknya dengan mendatangi berbagai kantor polisi dan rumah sakit. Hingga suatu saat, diperlihatkan kepadanya  sebuah tas berisi pakaian berlumuran darah milik anak laki lakinya. Dia mulai percaya bahwa anaknya kini telah tiada dan tidak jelas dimana kuburnya.

Sejak saat itu, Mohammed Sharif dari kota Faizabad, negara bagian Uttar Pradesh, India membaktikan sisa hidupnya merawat jenazah tidak dikenal dan menguburkannya dengan penuh hormat. Dia telah berjanji akan merawat semua jenazah tidak dikenal, tanpa memperdulikan latar belakang agamanya.

Hingga sekarang Mohammed Sharif sudah merawat dan menguburkan 1000 jenazah hindu dan 500 jenazah muslim yang tidak dikenal. Sebagian diantaranya meninggal karena korban kecelakaan ataupun korban kerusuhan massal yang kadang terjadi di kota Faziabad.

Mohammed Sharif tidak lagi mementingkan dirinya. Dia tekuni kegiatan penguburan jenazah tak dikenal dengan sepenuh hati. Pada tahun 2009, ketika dia mendapat penghargaan sebagai pahlawan nyata "real heroes", hadiahnya dia pakai untuk memperbaiki bangunan pemandian jenazah.

Wednesday, September 14, 2011

Laporan keuangan bulan Agustus 2011

Alhamdulillah, selama bulan Agustus 2011, Klinik Umiyah telah mampu memberikan pelayanan kepada 566 pengunjung rawat jalan umum, 26 pasien KB, 18 pasien pemeriksaan ibu hamil dan memberikan pertolongan kepada 3 ibu yang melahirkan. Di bulan Agustus, 11 pasien mendapat pelayanan rawat inap dengan jumlah total 23 hari rawat.

Dari sisi keuangan, saya juga banyak bersyukur. Dalam bulan Agustus ada sekitar 20 dermawan yang memberikan sumbangan. Segala puja dan puji hanya bagi Allah, alhamdulillah. Semoga para dermawan mendapat balasan berlipat ganda sesuai dengan firman Allah dalam Surat Al Baqarah ayat 261.

Klinik Umiyah juga sudah menjalankan program jampersal (jaminan persalinan gratis) dari pemerintah. Dalam bulan Agustus kemarin klaim jampersal (dari pelayanan bulan Mei-Agustus) mencapai Rp.5,650.000.

Lebaran kemarin Klinik Umiyah belum mampu memberi gaji ketiga belas. Klinik Umiyah baru mampu memberikan THR dan bingkisan lebaran yang totalnya mencapai Rp.3.475.000.

Harekala Hajjaba, pedagang buah, buta huruf dan miskin namun dermawan

Sebagaimana dengan kebanyakan orang orang didesanya, Harekala Hajjaba juga buta huruf. Sejak kecil dia sudah jualan buah jeruk di kota Mangalore, India sekitar 25 km dari desanya. Penghasilannya sebagai pedagang buah hanya sekitar 60-70 rupee per harinya (sekarang senilai sekitar 20 ribu rupiah).

Harekala Hajjaba tidak ingin anak anaknya dan anak anak didesanya tidak sekolah dan setelah dewasa hanya menjadi pekerja kasar atau pedagang buah seperti dirinya. Dia bertekat akan hidup sederhana agar bisa menabung uang untuk membangun sekolah didesanya. Sebagai seorang ayah, dia juga harus memberi makan dan menyekolahkan 3 orang anaknya.

Meskipun demikian, karena sumbangan uang dan usahanya, berdirilah sebuah sekolah dasar dan sekolah lanjutan Harekala Primary and High School di New Padpu, India. Selain dari uang tabungannya, Harekala Hajjaba juga meminta sumbangan dari para pembeli buah. Sebagian besar dari mereka tidak memperdulikan permintaannya atau bahkan mentertawakannya.

Diperlukan waktu 2 tahun menabung dengan banyak pengorbanan dari Hareka Hajjaba sebelum akhirnya terbangun sebuah sekolah kecil dengan 25 murid. Sering Harekala Hajjaba harus puasa agar uangnya bisa ditabung untuk dipakai membangun sekolah.

Setelah sekolah mulai berjalan, sebagian biaya operasional masih ditomboki dari pendapatan Harekala Hajjaba yang tidak seberapa itu. Dia kemudian mendekati seorang kaya yang bersedia menyedekahkan tanahnya dengan syarat bahwa bangunan gedung harus dibangun sendiri. Diperlukan waktu sekitar 8 tahun sebelum akhirnya bangunan sekolah mulai terlihat bentuknya sebagai sebuah sekolah yang memadai. Selama itu, biaya operasional dan pembangunan sering ditutup oleh Harekala Hajjaba.

Kini setiap pagi, sebelum guru dan murid datang, Harekala Hajjaba membersihkan gedung dan halaman sekolah. Setelah itu, dia pergi ke kota untuk jualan buah buahan. Pada tahun 2009 ketika dia mendapat penghargaan sebagai "real Heroes" darai CNN-IBN, uangnya dia pakai untuk membuat lapangan bermain bagi para murid. Kini jumlah murid yang bersekolah disana mencapai 400 murid. Tidak ada lagi anak desanya yang tidak bersekolah.

Monday, September 12, 2011

Subhasini Mistry, pedagang sayuran di pasar bikin rumah sakit

Subhasini Mistry
Subhasini Mistry (saat ini berumur sekitar 80 tahun) adalah seorang pedagang sayur di sebuah pasar di kota Kolkata yang luar biasa. Dia berhasil mendirikan sebuah rumah sakit Humanity Hospital di Hanspukur, Kolkata, India, dengan menyisihkan seperlima dari penghasilannya yang tidak seberapa besar. Subhasini Mistry berpenghasilan sekitar 5 paisa per harinya, dimana 2 paisa dipakai untuk membayar sewa rumah, 2 paisa untuk makan, dan 1 paisa dia tabung. Dia tidak pernah membelanjakan uangnya untuk membeli barang atau kegiatan mewah. Semua itu dilakukannya karena dia mempunyai mimpi untuk membangun sebuah rumah sakit untuk orang miskin.

Semuanya bermula sekitar 25 tahun lalu ketika suaminya tiba tiba meninggal karena sakit perut. Subhasini Mistry berpendapat bahwa suaminya meninggal karena tiadanya pelayanan kesehatan yang terjangkau. Dia tidak ingin hal serupa terjadi pada orang lain. Subhasini Mistry telah kehilangan suami tercintanya, namun dia kemudian mengenal panggilan jiwanya, yaitu mendirikan sebuah rumah sakit untuk orang miskin.

Dengan 4 orang anak yang harus diasuhnya, tidak ada waktu bagi Subhasini untuk bersedih atau mengeluh. Sejak saat itu, Subhasini bekerja serabutan mulai dari menjadi tukang cuci, tukang semir sepatu, pekerja bangunan dan kemudian, selama 20 tahun terakhir sebagai pedagang sayuran di Kolkata Park Circus. Titik terang mulai terlihat, ketika anak pertamanya Ajoy yang pintar, dia kirimkan ke panti asuhan agar bisa bersekolah dengan baik. Kini anak pertamanya, Ajoy, telah menjadi dokter.

Pada tahun 1993, rumah sakit dibuka diatas tanah seluas 1 acre debngan bangunan beratap sederhana beratap ilalang. Seorang dokter yang tinggal tidak jauh dari lokasi tersebut bersedia menjadi sukarelawan melayani pasien. Pada hari pertama dibuka, sekitar 250 orang datang berobat.

Pada tahun 2002, dengan sumbangan dermawan dan bantuan sorang politisi, rumah sakit Humanity Hospital bisa dibangun. Saat ini rumah sakit tersebut memberikan pelayanan multi spesialistik. Ajoy dan ketiga saudara sekandungnya bekerja di rumah sakit tersebut. Ajoy sebagai salah satu dokter, adiknya yang perempuan bekerja sebagai perawat.

Saat ini Humanity Hospital mempunyai 35 tempat tidur, dimana 25 tempat tidur untuk pasien gratis. Humanity Hospital mampu melaksanakan operasi, pelayanan rawat jalan dan rawat inap.

Kita yang lebih "kaya" dari Subhasini Mistry apa bisa bikin rumah sakit?


Reny Geoge, bekas narapidana yang mengasuh anak para napi

Precious Children's Home di Kothanur, Bagalore, India bukanlah sebuah panti asuhan biasa. Begitu pula dengan pendirinya, Reny George. George bukanlah seorang dermawan yang kaya. Dia adalah seorang ayah, guru dan pengelola panti asuhan yang mengasuh 156 anak. Reny George sendiri juga pernah mempunyai masa lalu yang gelap. Dia pernah terjerat kecanduan obat bius. Reny George pernah dihukum penjara karena membunuh suami istri ketika dia membutuhkan uang untuk membeli obat bius. Dia dihukum 14 tahun penjara. Didalam penjara tersebut, reny George mendapat pencerahan dan sadar. Sekeluarnya dari penjara, dia menikah dengan Tina dan membaktikan hidupnya di Precious Children's Home.

Anak anak yang tinggal di panti asuhan tersebut juga bukan anak biasa. Mereka adalah anak anak dari para narapidana yang sedang menjalani hukuman di penjara. Muniraj, yang masih berumur 13 tahun adalah salah satu diantaranya. Muniraj sangat pendiam dibanding anak anak sesusianya. "Saya tidak ingin bicara tentang ayah dan keluarga saya": kata Muniraj. Jawaban tersebut mudah kita pahami karena dia berasal dari keluarga penjahat kelas kakap. Ayahnya adalah anggota sebuah gang yang bernama Dandopala. Ayahnya dan pamannya sekarang sedang di penjara karena mereka telah terlibat dalam 75 kasus pembunuhan.

Sejak usia sangat muda, Muniraj sudah mengenal kekerasan. yang dia inginkan saat ini adalah hidup secara normal. Sesuatu yang tidak dia dapatkan hingga Muniraj datang ke Precious Children's Home yang dikelola oleh Reny George. Kehidupan sehari-hari Muniraj sekarang sangat jauh berbeda dengan kehidupan sebelumnya.

"Saya berusaha sebaik mungkin menciptakan sebuah lingkungan bagi anak anak ini. Sebuah lingkungan dimana mereka tidak mendapat hukuman atau perlakuan yang melecehkan karena kejahatan yang  dilakukan oleh para orang tua mereka. Sebuah lingkungan yang tidak menanyakan masa lalu mereka, tentang identitas keluarga. Disini mereka hidup tanpa rasa ketakutan atau dipermalukan" : kata George.

Di panti asuhan tersebut anak anak bisa hidup wajar sebagaimana anak anak lainnya. Mereka pergi ke sekolah, memakai seragam, punya buku buku pelajaran dan hadir di sekolah sesuai jadwal sekolahnya.

"Karena orang tua yang seharusnya memberi mereka makan tidak ada, bila tidak ada penampungan, anak anak tersebut akan mudah menjadi pekerja anak anak atau jadi anak jalanan. Setelah dewasa mereka akan mudah menjadi kriminal" : kata George menjelaskan. Precious Children's Home mendapat dukungan dana dari para dermawan dan dari The Prisoner Fellowship India. Sebuah LSM yang didirikan dengan tujuan membantu mendidik anak anak narapidana agar mereka dapat bersekolah dan hidup normal.

Pada tahun 2008, Reny George mendapat penghargaan sebagai "real hero" dari CNN-IBN.